Tidak sedikit masyarakat Indonesia sampai saat ini masih sulit dalam mengakses bantuan hukum. Hal tersebut juga didorong dengan kesadaran masyarakat akan bantuan hukum (access to law and justice) yang cenderung memprihatinkan. Supra (2005) dalam penelitannya mengenai Kerangka Kerja untuk Penguatan Akses Hukum dan Keadilan di Indonesia menjelaskan bahwa pengetahuan hukum di Indonesia masih rendah, dan secara kuantitatif 56 persen masyarakat tidak dapat menunjukkan satu contoh hak yang mereka miliki.
Selain itu, juga munculnya pola pikir bahwa biaya penanganan proses perkara dalam ranah hukum yang sangat tinggi sehingga membuat masyarakat semakin enggan menempuh proses pengadilan dan menerima perlakuan tanpa melakukan banding. Padahal, UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Lebih lanjut, Pasal 28 H ayat (2) juga menjelaskan bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Oleh karena itu, guna membantu masyarakat menghadapi permasalahan hukum, Melvin Sumapung bersama Ahmad F. Assegaf dan Muh. Husein, mendirikan sebuah startup layanan hukum bernama Justika. Hadir sebagai platform layanan hukum yang melayani berbagai jenis permasalahan hukum, Justika telah mengatasi berbagai kasus mulai dari perkawinan, hutang piutang, waris, bisnis, kontrak usaha, ketenagakerjaan, pertahanan, pidana, dan lain sebagainya.
Namun, bagaimana inovasi yang dilakukan dapat membantu masyarakat Indonesia? Apa yang mendorong terbentuknya platform bantuan hukum, serta bagaimana layanan ini dapat memberikan nilai lebih tidak hanya bagi masyarakat, tetapi juga bisnis? Simak rangkuman petikan wawancara bersama Melvin Sumapung (MS) dalam mendirikan Justika, platform bantuan hukum yang inklusif bagi masyarakat Indonesia sejak tahun 2016, yang juga merupakan salah satu portofolio investasi Skystar Capital.
Latar Belakang Hadirnya Justika
Apa yang memotivasi Anda mendirikan Justika? Apakah ada inspirasi yang mendorong terciptanya Justika?
MS: Saya pernah bekerja di salah satu perusahaan yang memiliki persoalan birokrasi perizinan yang berbelit-belit. Tidak adanya orang hukum yang mengerti mengenai proses perizinan dan administrasi, menjadikan proyek-proyek yang harusnya dapat diselesaikan dengan cepat, memakan waktu lebih lama. Ketidaktahuan mengenai hukum ini dapat memengaruhi banyak hal, termasuk dalam melakukan pekerjaan yang seharusnya dapat berdampak bagi banyak orang.
Hingga ketika saya bekerja di sebuah perusahaan startup yang mengizinkan untuk membuat suatu produk, saya memilih bidang hukum. Hal ini juga didorong oleh riset yang saat itu saya temukan, bahwa 55 juta orang Indonesia menghadapi masalah hukum yang signifikan, dan 71 persen dari mereka menyerah dalam mencari solusi akibat akses yang sulit didapatkan. Karena mereka menganggap masalahnya harus lebih serius sehingga mau berjuang, perasaan tidak percaya diri, dan benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Melihat permasalahan ini, kami mencoba mengambil bagian untuk menjadi solusi dari masalah itu.
Apa tujuan yang yang ingin dicapai oleh Justika? Bagaimana pandangan Anda mengenai Justika dan lanskap hukum di Indonesia dalam lima tahun mendatang?
MS: Pada dasarnya, kami berharap lebih banyak orang yang dapat menemukan cara dan mendapatkan akses ke keadilan yang lebih mudah dan terjangkau. Dalam waktu dekat, Justika akan terus berusaha untuk memberi tahu banyak orang bahwa ada solusi hukum yang mudah digunakan. Justika dapat mempermudah pencarian keadilan dan advokat dalam menyelesaikan masalah hukum. Hal ini juga didukung dengan hadirnya e-Court oleh pemerintah, platform bantuan hukum ini dapat menjadi salah satu solusi sehingga semakin banyak masalah yang diselesaikan dengan lebih terjangkau, cepat, dan upaya yang lebih minim.
Apa yang membedakan Justika dengan layanan hukum daring lainnya? Layanan apa saja yang diberikan oleh Justika?
MS: Kita mengetahui bahwa masalah hukum itu hampir pasti sangat menguras emosi, seperti perceraian, waris, hingga masalah keluarga. Oleh karena itu, Justika hadir menjadi platform penghubung antara pengacara dengan pengguna secara mudah dan dengan biaya terjangkau. Dengan teknologi pengelolaan bahasa natural (Natural Language Processing) pada fitur chat, sistem akan mendiagnosa permasalahan yang dihadapi, menemukan pengacara dengan keahlian yang cocok terhadap masalah pengguna, sehingga pengguna awam tidak perlu kebingungan memilih pengacara dan menjadi lebih percaya diri. Proses ini semua dilakukan dengan mudah melalui virtual, sampai tahap di mana akan didampingi di pengadilan.
Selain itu, saat ini kami sedang memilih beberapa bidang yang ingin difokuskan, salah satunya mengenai bisnis dalam korporasi. Kami ingin mengembangkan solusi untuk pengusaha, pendiri, maupun masyarakat untuk mendapatkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan dengan lebih cepat, mudah, dan terjangkau.
Strategi dan Tantangan Justika
Dengan hadirnya Justika, bagaimana respon pengacara dan firma hukum terhadap Justika?
MS: Di Indonesia, setiap tahunnya pertambahan pengacara yang disumpah cukup signifikan. Dan dengan adanya revolusi digital dan komunikasi virtual yang semakin banyak digunakan saat pandemi ini, menjadikan Justika sebagai sesuatu medium baru untuk ajang aktualisasi dari jasa hukum mereka. Sebagai contoh, pengacara di Jakarta dapat membantu klien di Papua. Begitu pula dengan firma hukum. Justika menjadi salah satu alternatif untuk mendapatkan klien sekaligus meningkatkan jam terbang praktik mereka.
Strategi apa yang disiapkan oleh Justika untuk menghadapi perubahan lanskap hukum yang ada di Indonesia? Bagaimana Justika bisa bersaing dengan kompetitor lain di industri legal-tech?
MS: Sejak awal, Justika tidak fokus pada kompetitor, tetapi pada kebutuhan pengguna (user). Kami percaya bahwa dengan memerhatikan kebutuhan mereka dan memberikan solusi terbaik sebagai nilai tambah, mereka akan terbantu dan memilih kami terlepas dari pesaing kami.
Apa tantangan terbesar yang pernah dihadapi oleh Justika? Bagaimana Anda menghadapi tantangan ini?
MS: Saat ini, masyarakat sudah tidak lagi takut menyuarakan apa yang mereka anggap salah, dan lebih berani dalam memperjuangkan hak mereka. Di sisi lain, menjadi tugas kami untuk memberikan kesadaran pada mereka, bahwa sebenarnya proses hukum itu bisa dipermudah.
Rintangan yang Harus Diantisipasi
Apa rintangan yang akan dihadapi oleh Justika ke depannya yang harus diantisipasi?
MS: Strategi utama dalam bertumbuh sebagai bisnis, dan bagaimana membuat bisnis kami tetap relevan adalah menemukan nilai tambah yang bermanfaat untuk pengguna. Dengan beragam permasalahan hukum yang ditangani oleh Justika, baik dari bisnis, keluarga, pidana, dan lain-lain. Kami harus terus berusaha menemukan solusi yang tepat untuk seluruh ragam tersebut sehingga masyarakat memiliki kesadaran lebih akan hak dan kewajiban mereka.
Layanan Hukum yang Dapat Dijangkau Seluruh Masyarakat Indonesia
Saat ini Justika telah memiliki mitra konsultan hukum sebanyak 52 orang, dan menangani lebih dari 15.000 kasus hukum yang ditangani. Dengan begitu, ke depannya Justika berharap dapat memberikan layanan hukum yang dapat dengan mudah dijangkau, dan memberikan kesadaran hukum kepada seluruh masyarakat Indonesia.
“Pada dasarnya, harapan utama didirikannya Justika adalah semua orang memiliki kesadaran dan pengetahuan yang sama mengenai hukum sehingga tidak ada yang lebih kuat satu dibanding yang lainnya. Berbisnis, menikah, jual tanah, atau apa pun, tidak ada lagi pihak yang dirugikan karena satu pihak lebih tahu dibanding pihak lainnnya. Dengan kata lain, memiliki kesetaraan dan sama di mata hukum.” tutup Melvin.
(Penulis: Andreas Dymasius – Principal Skystar Capital | Skystar Capital – Venture Capital – membantu akselerasi bisnis rintisan yang berfokus pada pendanaan awal)