Saat ini, pertumbuhan ekonomi digital Indonesia menunjukkan tren positif. Dilansir situs Kementerian Perindustrian, nilai ekonomi digital Indonesia pada tahun 2021 mencapai 70 miliar dolar atau naik 59 persen jika dibandingkan dengan tahun 2020 yang hanya sebesar 44 miliar dolar. Pada 2020, besarnya nilai tersebut berkontribusi terhadap PDB Indonesia, yaitu 9,5 persen, dan membuat Indonesia sebagai tujuan investasi terpopuler di Asia Tenggara hingga melampaui Singapura.

Data tersebut tentu saja memberikan peluang bagi perusahaan untuk terus berkembang dari segi transaksi digital. Pasalnya, perilaku konsumen masa kini lebih mengutamakan kemudahan dan kenyamanan. Itu sebabnya, diperlukan fitur transaksi yang mampu menawarkan kemudahan tanpa harus menggunakan perantara aplikasi lainnya.

Menjawab hal itu, embedded finance hadir di Indonesia sebagai solusi pembayaran yang memberikan lebih banyak kemudahan, kecepatan, dan pembayaran yang aman untuk aplikasi non-finance, seperti e-commerce, telemedicine, dan ride-hailing.

Apa itu Embedded Finance?

Dilansir Fintech Futures, embedded finance adalah integrasi layanan keuangan, seperti pinjaman, pembayaran, atau asuransi, ke dalam suatu aplikasi yang dikelola oleh perusahaan nonfinansial tanpa perlu beralih ke layanan keuangan konvensional, seperti bank atau ATM.

Sebelumnya, konsumen mungkin perlu datang ke bank atau membuka aplikasi lain untuk melakukan transaksi, khususnya pinjaman. Akan tetapi, bagi beberapa orang, hal itu mungkin menghabiskan waktu. Dengan embedded finance, kebutuhan itu dapat diakses dengan lebih cepat. Meski begitu, sebagian besar transaksi embedded finance tak lepas dari pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini dilakukan agar transaksi para konsumen tetap terlindungi.

Di Indonesia, embedded finance telah diterapkan oleh berbagai perusahaan berbasis teknologi nonfinansial. Sebut saja Shopee yang memiliki ShopeePay, Gojek dengan Gopay, dan Halodoc dengan Halodoc Wallet-nya. Bahkan, beberapa dari mereka juga telah berfungsi sebagai dompet digital yang memiliki lebih banyak pilihan fitur pembayaran bagi penggunanya. 

Ketersediaan beragam fitur itulah yang membuat industri ini sangat menjanjikan. Survei JAKPAT terhadap pembayaran digital Indonesia pada Q1 2021 menunjukkan 57 persen responden menggunakan dompet digital, sementara delapan persennya menggunakan mobile banking. Di Amerika Serikat, pendapatan embedded finance telah mencapai 22,5 miliar dolar pada 2020 dan diperkirakan akan tumbuh sepuluh kali lipat pada 2025.

Bentuk-Bentuk Embedded Finance

Embedded finance memiliki beragam produk finansial yang dapat disesuaikan berdasarkan industri dan target konsumennya. Namun, dilansir situs Plaid, ada beberapa bentuk embedded finance yang kerap ditemui di Indonesia.

Pertama adalah embedded banking yang merupakan layanan menyimpan uang, seperti rekening bank. Adapun nilai tambah dari fitur ini adalah pengguna tidak dikenakan pemotongan biaya administrasi seperti saat menabung di bank. Nantinya, uang yang disimpan bisa digunakan untuk bertransaksi di aplikasi tersebut.

Kedua, yaitu embedded payment. Melalui fitur ini, konsumen mampu melakukan pembayaran lebih mudah karena tidak perlu mengeluarkan uang tunai atau membuka aplikasi lain untuk bertransaksi. Nantinya, konsumen hanya tinggal memindai dan menggunakan satu aplikasi saat melakukan pembayaran. Selain itu, jika konsumen menggunakan metode pembayaran ini, akan ada diskon dan penawaran yang lebih besar. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan dompet digital cukup tinggi pada 2022, yaitu sebesar 79 persen, jika dibandingkan 2021 yang hanya mencapai 65 persen.

Ketiga adalah embedded lending yang memberikan fitur pinjaman bagi penggunanya. Fitur ini dikenal dengan PayLater yang memungkinkan pengguna memilih opsi cicilan pembayaran tanpa dikenakan bunga. Dibandingkan dengan dua fitur lainnya, embedded lending merupakan salah satu yang paling banyak digunakan di Indonesia.

Riset tahunan yang dilakukan Kredivo dan Katadata Insight Center, menunjukkan penetrasi penggunaan PayLater di e-commerce meningkat hingga 38 persen pada tahun 2022 dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 28 persen. Hal ini disebabkan faktor fleksibilitas pembayaran, proses pendaftaran yang cepat dan mudah, serta adanya jaminan pengawasan dari OJK.

Manfaat Penggunaan Embedded Finance

Menurut data Statista, di tengah tingginya pengguna ponsel pintar di Indonesia yang mencapai 70–80 persen populasi, 51 persennya masih belum memiliki rekening. Bahkan, lebih dari 40 juta orang dewasa tidak memiliki akses memadai untuk layanan perbankan, seperti kredit, investasi atau asuransi.

Oleh karena itu, embedded finance hadir untuk meningkatkan akses keuangan ke penggunanya secara lebih luas. Sebab, hanya dalam satu genggaman, para pengguna dapat memilih fitur-fitur yang tersedia sesuai kebutuhan finansialnya. 

Embedded finance juga bermanfaat bagi perusahaan untuk meningkatkan kepercayaan konsumen. Itu sebabnya, penting bagi perusahaan memiliki perencanaan yang matang, mampu mengintegrasikan data disertai sistem pengamanan yang ketat, dan terbuka untuk kolaborasi.

(Penulis: Jessica Elvina – Analyst Skystar Capital | Skystar Capital – Venture Capital – membantu akselerasi bisnis rintisan yang berfokus pada pendanaan awal)