Sejak disahkan, UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja menuai berbagai reaksi dari masyarakat, terutama pekerja dan pelaku usaha. Di satu sisi, undang-undang ini dianggap sebagai solusi untuk membuka lebih banyak lapangan kerja dan mendorong kemudahan berusaha. Namun, banyak pihak yang menilai bahwa UU Ciptaker justru menimbulkan masalah baru, terutama terkait perlindungan hak-hak pekerja. Kompleksitas aturan dan perubahan mendadak memunculkan pertanyaan: apakah UU ini benar-benar mempermudah atau malah memperumit sektor ketenagakerjaan?

Banyak perubahan dalam regulasi ini membuat perusahaan bingung menyesuaikan aturan baru. Ketidakjelasan tentang hak pekerja, ketentuan PHK, hingga aturan untuk tenaga kerja asing (TKA) menjadi sorotan. Menanggapi polemik ini, Skystar Capital bersama Hukumonline mengadakan diskusi Legal Sharing bertema “Implikasi UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja pada Aspek Ketenagakerjaan di Indonesia” pada Rabu, 2 Oktober 2024. 

Para pakar hukum dalam diskusi ini mencoba memberikan pemahaman mendalam tentang implikasi UU Ciptaker bagi ketenagakerjaan di Indonesia di hadapan lebih dari 40 peserta dari berbagai perusahaan diantaranya: Universitas Multimedia Nusantara,Kompas Gramedia, Santika Hotels Group, Samator Indo Gas, Tbk., Maka Motors, Rekosistem, BASE.

Perubahan Ketenagakerjaan Pasca UU Cipta Kerja

Sahat Sinurat, Direktur dan Widyaiswara Utama Kementerian Ketenagakerjaan, menjelaskan tujuan utama UU Ciptaker adalah menciptakan lapangan kerja dan mempermudah pemberdayaan UMKM. “UU ini dirancang untuk memfasilitasi pertumbuhan UMKM menjadi perusahaan besar dan menciptakan ekosistem bisnis yang dinamis,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti pentingnya kebebasan pekerja dalam menggunakan upah mereka. “Upah harus dibayarkan dalam bentuk uang, bukan voucher yang hanya bisa digunakan di tempat tertentu. Ini melanggar kebebasan pekerja dalam menentukan kebutuhan mereka,” tegas Sahat.

Tantangan Perlindungan Hak Pekerja

Stephen Igor Warokka, Partner SSEK Law Firm, menyoroti kesulitan perusahaan dalam menyesuaikan peraturan internal dengan ketentuan baru.

“Banyak perusahaan belum menyesuaikan aturan internal, yang bisa berpotensi melanggar hak pekerja.”

Stephen juga menyoroti aturan TKA yang membatasi waktu kerja hingga dua tahun serta perlunya izin terpisah untuk bekerja di perusahaan dalam satu grup. Ia juga mengingatkan pentingnya bagi perusahaan untuk mematuhi kewajiban memberikan hak pesangon sesuai perjanjian kerja. “Jika tidak dipenuhi, ini bisa berujung pada perselisihan yang memperlemah posisi perusahaan di mata hukum,” tambahnya.

Mekanisme Penyelesaian Sengketa

Indrawan Dwi Yuriutomo, Associate SSEK Law Firm, menyoroti pentingnya mekanisme bipartit (dialog antara pekerja dan pengusaha) sebelum masalah dibawa ke Dinas Ketenagakerjaan atau Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). “Ini memberi kesempatan bagi kedua belah pihak untuk berdialog tanpa harus melibatkan hukum,” jelasnya.

Namun, jika bipartit gagal, sengketa dapat berlanjut dan menjadi lebih kompleks, terutama jika harus melalui mediasi atau arbitrase, yang memakan biaya besar. Pada akhirnya, penyelesaian masalah ketenagakerjaan membutuhkan pendekatan yang lebih proaktif dari kedua pihak, agar tidak berlarut-larut dan menimbulkan kerugian lebih besar bahkan sampai tindak pidana.

Implikasi UU Cipta Kerja bagi Startup

Bagi sektor startup, UU Cipta Kerja menawarkan peluang melalui fleksibilitas perekrutan tenaga kerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Namun, batasan lima tahun untuk PKWT dan ketentuan PHK yang lebih ketat mengharuskan startup lebih hati-hati dalam menyusun perjanjian kerja.

UU ini juga memberikan kemudahan dalam aspek perizinan dan investasi, yang bisa dimanfaatkan startup untuk tumbuh lebih cepat. Startup perlu memahami regulasi baru ini agar bisa mengoptimalkan peluang tanpa melanggar hukum.

Meski UU Cipta Kerja menawarkan kemudahan berusaha, perubahan signifikan pada ketentuan ketenagakerjaan juga membawa tantangan. Pemahaman mendalam dan adaptasi cepat sangat penting agar undang-undang ini membawa manfaat yang diharapkan.

Hal ini seperti disampaikan oleh Arkka Dhiratara, CEO Hukumonline.com “Kami berharap bahwa sesi ini membawa wawasan yang lebih luas terkait norma-norma Ciptaker sehingga  dapat membuat pengambilan keputusan yang lebih baik dan sejalan dengan undang-undang yang berlaku.” 

Sementara Head of Communication Skystar Capital, Sulyana Andikko menambahkan bahwa dengan acara ini, “Para perusahaan yang sudah hadir dapat menerapkan aturan Ciptaker yang sesuai dan mengedepankan aspek humanis.” ujarnya.

Submit proposal bisnismu  di sini  dan jadilah bagian dari ekosistem startup yang berkembang bersama kami! Kami siap menjadi pendukung terawal startup Anda.

Ikuti akun media sosial kami di LinkedIn dan Instagram agar tidak terlewat update lainnya!